Senin, 12 Oktober 2015

Apa saja Pelanggaran HAM di INDONESIA yang belum tuntas



Hak Asasi Manusia atau disingkat “HAM” merupakan hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia yang didapatkan sejak lahir dimana secara kodrati HAM sudah melekat dalam diri manusia dan tak ada satupun orang yang berhak mengganggu gugat karena HAM bagian dari anugrah Tuhan, itulah keyakinan yang dimiliki oleh manusia yang sadar bahwa kita semua makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki derajat yang sama dengan manusia yang lainnya sehingga mesti berhak bebas dan memiliki martabat serta hak-hak secara sama .

Landasan Hukum Penegakan HAM di Indonesia, yaitu :
 

Landasan idiil (Pancasila) sila ke-2: “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Landasan idiil merupakan landasan filosofis dan moral bagi bangsa indonesia untuk senantiasa memberikan penghormatan, pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia.

  • Landasan konstitusional (UUD 1945) yakni:
  1. Pembukaan UUD 1945 alinea ke-1 dan ke-4.
  2. Pasal 27, pasal 28, pasal 28 A sampai pasal 28 J, pasal 29, pasal 30, pasal 31, pasal 32, pasal 33, dan pasal 34 UUD 1945.

UUD 1945 menjadi landasan yuridis bagi bangsa dan negara Indonesia dalam memberikan penghormatan, pengakuan, perlindungan serta pengakuan HAM di Indonesia. 


Landasan operasional, yakni landasan pelaksanaan bagi penegakan HAM di Indonesia yang meliputi aturan-aturan pelaksana, seperti:
 

TAP MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Ketetapan ini menugaskan kepada lembaga-lembaga negara dan seluruh aparatur pemerintahan untuk menghormati, menegakkan dan menyebarluaskan pemahaman tentang HAM. 

UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Undang-undang ini menjadi landasan pelaksana yang amat penting dalam upaya penekan HAM di Indonesia.

UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia: Undang-undang ini mengatur pelaksanaan proses pengadilan bagi para pelaku kejahatan kemanusiaan

 Kepres No. 50 Tahun 1993 tentang pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM.

Kasus pelanggaran HAM yang belum selesai di INDONESIA  :

  • Pembunuhan massal setelah G30S
Pembunuhan para Jenderal dalam peristiwa 30 September 1965 baru awal dari kejadian mengerikan yang akan terjadi bertahun-tahun kemudian. Orde Baru menuding PKI bertanggung jawab atas kudeta yang gagal itu dan menghukum mereka dengan cara keji.
Warga yang dianggap sebagai komunis dihabisi tanpa pengadilan, sebagai bagian dari operasi pembersihan PKI. 500 ribu hingga 3 juta orang tewas, menurut perkiraan Komnas HAM. Ribuan lainnya diasingkan, dan jutaan orang lain harus hidup dengan stigma PKI.
Pihak yang layak dimintai pertanggung jawaban versi Komnas HAM adalah Komando Operasi Pemulihan Keamanan semua pejabat dalam struktur Kopkamtib 1965-1968 dan 1970-1978 serta semua panglima militer daerah saat itu. Pelanggaran hak asasi manusia berat ini tak ada dalam pelajaran sejarah di sekolah-sekolah selama Orde Baru.

  • Penembakan Misterius
Peristiwa Petrus yang terjadi pada periode 1982-1985 ini dilatarbelakangi tingginya kriminalitas disertai kekerasan serta tumbuhnya kelompok-kelompok preman. Namun dalam penyelenggaraannya, terjadi pelanggaran hak asasi manusia. Apalagi banyak korban salah sasaran atau masyarakat biasa.

Jumlah korban berdasarkan data penelitian David Bourchier yang berjudul "Crime, Law, and State Authority in Indonesia" pada 1990 - terjemahan Arief Budiman – yang dikutip Komnas HAM mencapai 10.000 orang. Sementara temuan lembaga itu sendiri ada 2.000 orang. Tindakan ini dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia.



  • Peristiwa Berdarah di Tanjung Priok
Kasus yang terjadi pada 1984 ini dipicu oleh penahanan Achmad Sahi, Syafwan Sulaeman, Syarifuddin Rambe dan M. Nur di Markas Komando Distrik Militer (Makodim). Tuduhannya adalah pembakaran motor Babinsa. Warga yang protes atas penahanan tersebut melakukan aksi unjuk rasa.

Massa dihadang berondongan timah panas. Menurut laporan Komnas HAM, penembakan dilakukan oleh Artileri Pertahanan Udara TNI AU. Akibatnya, 79 orang jadi korban, 24 di antaranya meninggal serta sisanya mengalami luka-luka. Temuan ini diperoleh dari penyelidikan tim yang dibentuk oleh Komnas HAM.



  • Peristiwa Mei 1998
14 tahun lalu, Jakarta dikepung api. Reformasi, babak baru dalam kehidupan berbangsa Indonesia harus dibayar mahal. Sementara krisis politik melanda Istana, kekerasan terjadi di jalanan. Kerusuhan itu diduga dipicu oleh kelompok tak dikenal.

Terjadi penjarahan dan pembakaran, pemerkosaan, serta penembakan dan penculikan. Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang dibentuk pemerintah menemukan data bervariasi soal korban. Tim Relawan menyebut 1.190 meninggal, sementara  Polda Jakarta menemukan 451 orang, serta Kodam Jaya menyebut 463.



  • Kekerasan di Papua
Lembaga Studi Hak Asasi Manusia (eLSHAM) di Jayapura, Papua, punya daftar tentang penegakan hak asasi di Papua.  Dalam laporannya yang berjudul ‘Masa Lalu Yang Tak Berlalu’, lembaga itu mencatat ada 749 dugaan pelanggaran HAM di Papua sejak 1970-an yang tak kunjung selesai sampai sekarang.


  • Kekerasan Akibat Perebutan Lahan
Peristiwa terakhir yang ramai ke publik secara nasional, yaitu pada tahun lalu, terkait perebutan lahan di Kecamatan Mesuji, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, dan Kabupaten Mesuji, Lampung, antara warga dengan perusahaan perkebunan sawit.  Pada kasus di Sumsel, jumlah korban meninggal mencapai 7 orang. Sedangkan di Lampung, 100 warga ditahan Kepolisian.


  • Kasus Marsinah
Kasus pembunuhan terhadap aktiis buruh, Marsinah, tahun depan sudah berusia 20 tahun. Namun hingga kini belum terungkap siapa pelakunya. Padahal, kasus ini akan kadaluarsa tahun depan – sesuai masa berlakunya – seandainya masih belum ada titik terang tentang pelaku pembunuhan tersebut.

Peristiwanya terjadi pada 9 Mei 1993, ketika jasad Marsinah yang  sebelumnya sempat protes ke Kodim Sidoarjo atas penangkapan rekan-rekannya, ditemukan tergeletak di sebuah gubuk pinggir sawah dekat hutan jati, Dusun Jegong, Desa Wilangan, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Marsinah terlibat aktif dalam pemogokan buruh PT Catur Putra Surya, sebuah perusahaan arloji. Kini, para aktivis minta kasusnya yang tenggelam diungkap.



  • Pembunuhan wartawan
Mirip dengan kasus Marsinah, peristiwa pembunuhan terhadap Fuad Muhammad Syarifudin alias Udin, wartawan Harian Bernas Yogyakarta, pada Agustus 1996 belum juga terungkap. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengingatkan Kepolisian untuk mengungkap pelaku pembunuhan Udin, mengingat kasus tersebut terancam kadaluarsa pada 16 Agustus 2014, sehingga tidak bisa diadili.

Sayangnya Udin bukan yang terakhir. Hingga kini AJI mencatat ada 8 wartawan yang meninggal dalam tugas peliputan. Namun hingga kini kasusnya belum juga terungkap oleh Kepolisian. Delapan nama itu adalah, Naimullah (Sinar Pagi), Agus Mulyawan (Asia Press), Muhammad Jamaluddin (TVRI), Ersa Siregar (RCTI), Herliyanto (Jurnalis lepas Tabloid Delta, Sidoarjo), Adriansyah Matra’is Wibisono (Jurnalis TV lokal di Merauke), Alfred Mirulewan (Tabloid Pelangi), dan Fuad Muhammad Syarifuddin (Bernas).
Dip



  • Pembunuhan Munir
Munir sebenarnya akan melanjutkan study S2 di Univeritas Utrecht, Belanda dan dalam kronologi kasus pembunuhan aktivis HAM tersebut disebutkan bahwa menjelang memasuki pintu pesawat, Munir bertemu dengan Polycarpus seorang pilot pesawat Garuda yang sedang tidak bertugas dan Polycarpus menawarkan kepada Munir untuk berganti tempat duduk pesawat dimana Munir menempati kursi Polycarpus dikelas bisnis dan Polycarpus menempati kursi Munir dikelas ekonomi.
Sebelum pesawat mengudara, flight attendant (Pramugari) Yetti Susmiarti dibantu Pramugara senior Oedi Irianto membagikan welcome drink kepada para penumpang dan Munir memilih Jus Jeruk.
Pukul 22.05 WIB pesawat lepas landas dan 15 menit kemudian kembali Flight Attendant membagikan makanan dan minuman kepada para penumpang, Munir memilih mi goreng dan kembali memilih jus jeruk sebagai minumannya, setelah mengudara hampir 2 jam pesawat mendarat di bandara Changi Singapura.
Di bandara Changi Munir menghabiskan waktu di sebuah gerai kopi sedangkan seluruh awak pesawat termasuk Polycarpus berangkat menuju hotel menggunakan bus dan perjalanan dari Singapura menuju Belanda seluruh awak pesawatnya berbeda dari perjalanan Jakarta menuju Singapura.
Dalam perjalanan Munir meminta kepada flight attendant Tia Ambarwati segelas teh hangat dan Tia pun menyajikan segelas teh hangat yang dituangkan dari teko ke gelas diatas troli dilengkapi gula sachet.
Tiga jam setelah mengudara Munir bolak balik ke toilet, saat berpapasan dengan Pramugara bernama Bondan, Munir memintanya memanggil Tarmizi seorang dokter yang ia kenal saat hendak berangkat yang kebetulan juga menuju Belanda, Tarmizi melakukan pemeriksaan umum dengan membuka baju Munir. Dia lalu mendapati bahwa nadi di pergelangan tangan Munir sangat lemah. Tarmizi berpendapat Munir mengalami kekurangan cairan akibat muntaber. Munir kembali lagi ke toilet untuk muntah dan buang air besar dibantu pramugari dan pramugara. Setelah selesai, Munir ke luar sambil batuk-batuk berat.Tarmizi menyuruh pramugari untuk mengambilkan kotak obat yang dimiliki pesawat.Kotak pun diterima Tarmizi dalam keadaan tersegel. Setelah dibuka, Tarmizi berpendapat bahwa obat di kotak itu sangat minim, terutama untuk kebutuhan Munir: infus, obat sakit perut mulas dan obat muntaber, semuanya tidak ada. Tarmizi pun mengambil obat di tasnya. Dia memberi Munir dua tablet obat diare New Diatabs; satu tablet obat mual dan perih kembung, Zantacts dan satu tablet Promag. Tarmizi menyuruh pramugari membuat teh manis dengan tambahan sedikit garam. Namun, setelah lima menit meminum teh tersebut, Munir kembali ke toilet. Tarmizi menyuntikkan obat anti mual dan muntah, Primperam, kepada Munir sebanyak 5 ml. Hal ini berhasil karena Munir kemudian tertidur selama tiga jam. Setelah terbangun, Munir kembali ke toilet. Kali ini dia agak lama, sekitar 10 menit, ternyata Munir telah terjatuh lemas di toilet.
Dua jam sebelum pesawat mendarat, terlihat keadaan Munir: mulutnya mengeluarkan air yang tidak berbusa dan kedua telapak tangannya membiru. Awak pesawat mengangkat tubuh Munir, memejamkan matanya dan menutupi tubuh Munir dengan selimut. Ya, Munir meninggal dunia di pesawat, di atas langit Negara Rumania.


itulah beberapa kasus - kasus pelanggaran HAM di Indonesia dan apakah akan terjadi kasus pelanggaran yang sama. dan bagaimana kasus HAM yang belum terselesaikan di Indonesia ?.
This entry was posted in :

1 komentar:

  1. P o k e r' V i t a Memberikan Bonus Promo Bonus TurnOver, di Permainan Poker Online, Domino Online, Capsa, Bandar Kiu-Kiu, Qiu-Qiu, Live Poker, di Agen Poker Online Terpercaya. Bonus Refferal 15%, Minimal Deposit 10rb!! Nikmati Berbagai Permainan Lainnya Seperti: Sabung Ayam Online Terbaik


    HUBUNGI KAMI !!
    WA: 0812.2222.996
    BBM : PKRVITA1 (HURUF BESAR)
    Wechat: pokervitaofficial
    Line: vitapoker

    FESTIFAL POKER 2019

    BANDAR POKER TERPERCAYA

    JUDI POKER ONLINE INDONESIA

    BalasHapus